Senin, 29 September 2014

Cerpen- Awan Hitam

Langkahku terbawa ke bibir pantai ini. Seperti hari-hari yang lalu, aku akan ada disini saat hati sedang bergelayut gundah. Laut adalah tempatku bercerita. Di atas sebatang nyiur yang tumbang aku duduk menikmati mega. Terpaan dingin angin barat di senja ini kian melarutkan lamunanku. Sejak aku sampai disini mataku tak lepas dari arakan awan hitam di langit atasku. Gumpalan awan yang begitu tebal, menutupi mentari sore melepas sinarnya. Hingga membuat semburat jingga di ujung barat mewarnai langit biru.
Mata dan hatiku sedang menyaksikan sang mentari menjadi tak leluasa melepas sinarnya. Mentari menjadi tak lega membagi cerahnya. Mentari menjadi tak senyum memberi cahaya. Mentari menjadi terkekang untuk mengayun langkahnya. Mentari menjadi terbelenggu untuk menebar asa dan hasratnya.
Lamunanku jauh menembus langit tak bertepi tinggalkan hati yang kini gundah. Mataku tak jua berkedip menerawang, walau terhalang awan hitam yang enggan beranjak. Aku tak menyukainya. Ingin rasanya angin barat berhembus kencang hamburkan gumpalannya agar sang mentari kembali cerah tebarkan terang. Karenamu jagad jadi gelap. Karenamu burung-burung jadi tak bergairah. Karenamu laut jadi tak bercahaya. Karenamu udara jadi tak hangat.
Angin sore kian terasa dingin menyengat kulitku. Hasrat mentari memberi sinarnya masih tetap kuat menembus tebal awan hitam. Di langit kulihat garis-garis tegas sinar terangnya melurus ke kaki bumi. Mencerai beraikan awan hitam dengan putih bersih cahayanya. Tapi tubuhku kian dingin oleh desiran angin pantai di ujung senja ini. Aku beranjak meninggalkan laut di hadapanku. Melangkah gontai memeluk diri kuatkan hati. Burung-burung pun kulihat mulai bergegas kembali ke sarangnya dengan sesekali bunyikan kicau indahnya, mengikuti langkah kakiku. Angin pun kini semakin deras menerpa, melambaikan semua dedaunan ke arah kembaliku. Semua mengiringi langkahku untuk pergi dari sini. Namun semua tak bergairah, terlarut dalam rasa tak berpunya. Kepak sayap burung tak sigap berirama. Lambaian daun tak meliuk indah menari.
Aku teringat dia dalam ayunan langkahku. Semua tentangnya, di semua rasa ini. Di semua asa ini, agar dia senantiasa berada dalam segala kebaikan dan biarlah semua yang terbaik menjadi miliknya, hanya untuknya.
Dalam seretan berat langkahku, mataku menatap sendu ke langit di atasku. Awan hitam akhirnya berarak jua dibawa angin, beranjak pergi mengikuti langkahku. Ia ada di atasku saat aku pergi meninggalkan tempat ini. Dan perlahan mentari pun kembali tebarkan sinar terangnya di sore ini. Di hangat cerah dan cemerlangnya beri cahaya pada seisi alam, tinggalkan siang menyambut malam dalam rona dan rasa bahagia. Awan hitam pergi terbawa angin berganti senyum mentari yang putih bercahaya, saat jejak hadirku kian sirna terhapus air pantai.
Agar segala yang terbaik menjadi milikmu, hanya untukmu. Demi bahagiamu.
Cerpen Karangan: Jenner Man

Tidak ada komentar:

Posting Komentar