Senin, 29 September 2014

Cerpen- Dibalik Sapu Tangan Biru

Bulan Juli tahun 2011 Asty berangkat ke Yogyakarta guna untuk melanjutkan kuliah S1. Tiba disana dia disambut hangat oleh sahabatnya Yuni yang juga kuliah s1. Walau berasal dari kota yang jauh yaitu kota Ambon, Asty tidak pernah merasa kesepian, karena dia masih menganggap Yuni sebagai keluarganya sendiri. Bahkan bukan hanya Yuni yang belajar di Jogja, akan tetapi beberapa teman SMAnya dulu juga demikian. Ada Afdal, Nani, Ida, Andi, Anto dan Ide.
Hari kedua Asty diajak Yuni bermalam ke kost nya. Hm.. mereka menghabiskan pertemuan dengan bercanda, cerita masa-masa SMA, serta pengalaman tiba di Jogja dll. Hingga Yuni membuat keputusan untuk bisa bertemu dengan teman-teman yang ada di Jogja. Di sms lah Afdal, Anto, nani, Andi, Ide, dan Ida. Hanya saja yang bisa hadir Anto dan Afdal. Sedangkan Nani, Andi, Ida, dan Ide mereka gak hadir. Asty dan Yuni membuat janji dengan mereka untuk bertemu di Malioboro jam 10 pagi. Bagi Asty inilah pertemuan yang sudah ditunggu-tunggu satu tahun yang lalu. Bahkan sampai malam tiba Asty masih tetap terjaga dalam tidurnya.
Adzan berkumandang dari sebelah kost Yuni.
“Kamu mau kemana?” tanya Yuni pada Asty dengan matanya yang masih sayup.
“Aku mau ke belakang sebentar. Bersih-bersih dan berwudhu.” Jawab Asty dengan wajah yang juga menunjukkan keadaan ngantuk.
“Allahu Akbar…” terdengar suara lembut dan halus yang keluar dari bibir Asty. Yang walaupun hanya terdengan pelan, tapi karena suasana waktu itu sangat adem dan tenang, seakan kencang dengarnya.
“suara apa itu!” bisik Asty dalam hati.
“Yuni! kok aku mendengar suara Iqomah, ini kan masih jam 4 kurang lima menit!.”
“Emangnya tadi kamu sholat apa Asty?” Yuni malah balik bertanya.
“Tahajjud!”
“ya ampun, Asty… Asty…, tadi itu adzan Shubuh. Ini bukan Ambon lagi yang adzan shubuhnya jam 5! Hahaha.”
Mendengar hal tersebut Asty malah ketawa dan merasa malu sendiri. Akhirnya mereka berdua ketawa sedikit terbahAk-bahak. Sampai-sampai tetangga kamar kost Yuni ada yang terbangun.
“hm.. pantas saja kamu malah enakkan tidur! Apalagi karena kamu lagi gak sholat”
Asty jadi agak sebel.
Pagi yang cerah terlihat begitu jelas ketika burung-burung beterbangan di angkasa. Daun-daun yang begitu indah terlihat dari keelokan warna hijaunnya. Tiba saatnya pemberangkatan menuju tempat perjanjian Asty, Yuni dengan Afdal serta Ris. Karena Yuni tidak memiliki kendaraan pribadi, maka mereka mau tidak mau harus naik bus. Manakala saat bus tersebut berjalan, Asty tidak menyangka jalannya yang lambat, penuh sesak para penumpang. Sampai-sampai ada yang berdiri. Untung saja Asty dan Yuni masih bisa dapat tempat duduk. Melihat keadaan dalam bus seperti itu, Yuni hampir tak tahan ketawanya manakala melihat wajah Asty yang agak cemberut.
“As, wajahmu tu senyum sedikit kenapa!”
“emangnya ada apa dengan wajahku Yuni?”
Asty malah balik bertanya.
“Kamu gak sadar, dari tadi tu wajahmu cemberut melulu,” sambil ketawa Yuni mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah seorang Ibu yang berada tidak jauh dari tempat duduk mereka berdua.
“Lihat Ibu yang itu. Beliau walaupun tidak dapat tempat duduk, masih sempatkan diri untuk bisa tersenyum. Kamu yang sudah mendapat tempat duduk malah cemberut gitu. Ini bukan Ambon lagi, Sekarang ini, saatnya kita untuk berjuang melawan keras maupun senanngnya hidup yang ada di kota perantuan ini.”
Mendengar penjelasan dari Yuni seakan Asty baru diingatin kembali menganai tujuannya untuk datang ke kota Jogja.
“iya Yun, kamu benar. Seharusnya aku bersabar.”
“ok. Sekarnag bersiaplah kita sudah mau nyampe!”
Setelah turun dari bus, dari arah jauh Yuni dan Asty melihat di depan malioboro sosok seorang pria yang dikenal.
Segera Asty mempersiapkan aksinya.
“ayo kita jalan keseberang sana.” Ajak Yuni saat menunjuk ke arah Anto.
“bentar Yun,” tak salah lagi Asty menyiapkan sarung tangannya berwarna biru dan ditutupi di wajahnya. Seperti masker yang biasa dipakai orang.
Asty sengaja tidak menampakkan wajahnya. Bahkan dia sengaja agar Anto tidak tahu kalau dialah yang di ajak Yuni.
“Hai… Anto!” sapa Yuni yang saat itu mengagetkan Anto.
“Hai kamu, Yuni. Wa… sudah lama kita berada di jogja tapi belum pernah ketemu,”
“iya, kamu ni ya gak pernah ada kabarnya. Untung semalam aku sempat sms untuk bertemu!. Ngomong-ngomong Afdal kemana ya?”
“iya tu belum datang.”
Sambil asyik ngobrol dan mereka pun duduk di bawah pohon rindang.
“ini temanmu?” tanya Anto kepada Yuni yang seketika itu membuat Asty kaget.
“oh iya ma’af aku lupa memperkenalkannya padamu. Ini temanku Shinta.” Betapa kagetnya Asty saat memperkenalkan dirinya. Akan tetapi dia tidak mengeluarkan suara. Dengan pandangan yang aneh Anto terus memandang Asty dari arah sebelah duduknya Yuni. Asty pun demikian. Tanpa tak dipikirkan saat pandangan mereka saling bertemu. Di balik wajah Asty yang tertutup sapu tangan itu, membuat Anto jadi penasaran. Sehingga dalam hati Anto berkata dan merasakan hal yang aneh pada mata gadis yang berada di samping temannya Yuni. Hal demikian pun terjadi pada perasaan Asty. Kini Asty benar-benar merasakan cinta masa lalunya datang kembali setelah berpisah selama satu tahun.
Kali ini suasana mulai mencair dari sebelumnya yang terasa canggung. Yuni mulai mengangkat suara.
“Hm, ngomong-ngomong gimana kuliahmu Anto?.”
“Alhamdulillah baik. Kamu?”
“Alhamdulillah juga baik.”
“Temanmu mau masuk kuliah dimana?” tanya Anto yang sedikit melihat ke arah Asty yang saat itu dipanggil Shinta sebagai nama rahasianya.
“Dia mau masuk kuliah di UGM,”
“hm… kalau boleh tahu jurusannya apa?”
Spontan saat ditanya jurusan Yuni lupa menanyakan jurusan Asty saat pertama kali Asty nyampe di Jogja. Tak sengaja Yuni langsung berkata jurusan manejemen Asty pun mengangkat suara
“Bukan. Akuntansi!”
Saat itu juga Yuni kaget dan sempat menegur asty agar cepat berhenti berbicara. Kali ini Yuni dan Asty benar-benar mengerjain Anto. Yuni akan membuat kejutan kepada Anto bahwa yang dia bawa sekarang ini adalah Asty, gadis yang selama ini dirindukan Anto. Tak heran Anto mulai kaget saat suara Shinta (dalam hal ini Asty) terdengar. Anto mulai berpikir.
“Sepertinya suara ini aku kenal!”
Tanpa terpikir lagi dan tak mau terus-menerus bersembunyai di balik sapu tangan biru itu, Asty segera melepaskannya. Dan…
“Iya kamu benar, suara ini adalah suara orang yang kamu kenal”
Sungguh betapa kagetnya Anto saat melihat orang yang berada di depannya adalah Asty teman SMAnya dulu. Yuni pun ketawa terbahak-bahak saat melihat wajah Anto yang begitu kagetnya. Akhirnya Asty pun ikut ketawa. Tak lama kemudian Afdal datang dari arah kanan jalan. Dan mereka berempat saling bercerita dan jalan-jalan di sekitar malioboro. Suasana terasa sangat bahagia bagi Asty saat bertemu kembali dengan teman-teman
Cerpen Karangan: Astuti Wally
Facebook: Asty Wally

Tidak ada komentar:

Posting Komentar