Mentari pagi menyinari kamar mungilku, aku bangikt dari pembaringan
menuju jendela kamarku. Kubuka dan kuhirup udara pagi yang begitu indah,
ku nikmati semilir angin dan cahaya mentari yang begitu lembut menyapa
wajahku.
Ini adalah setahun dimana aku menginjakkan kaki di kota orang, yah
setelah beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk merantau,
meninggalkan seluruh orang yang mencintaiku, keluarga, teman, sahabat
bahkan kekasihku. Ada rasa sedih yang menyelimutiku kala itu, dimana aku
harus melawan perasaan itu demi sebuah cita-cita. Yah, dari kecil aku
ingin sekali menjadi seorang penulis hebat dan tentunya terkenal.
Teringat di benakku saat kekasihku, menggenggam tanganku dan berkata
“akankah kau cepat kembali, sayang?” entah apa yang membuat butiran di
pipiku terjatuh, dengan lirih ku jawab “tentu sayang aku akan cepat
pulang untukmu” ia mendekap tubuhku erat sebelum kakiku melangkah ke
ruang tunggu bandara, lalu mengecup keningku dan berkata “aku aka sangat
merindukanmu” aku hanya tersenyum menahan tangis mendengar kata yang
terucap dari bibirnya.
Ahh, masa lalu yang indah. Tapi, tidak untuk sekarang. Kini kekasih
yang kucinta telah berdua dengan yang lain. Wanita yang bagiku tidak
begitu menarik tapi, apa peduliku terhadapnya? Toh, dia juga tidak
pernah mengerti akan perasaanku yang jauh darinya. Kalau dipikir, aku
telah menjaga hatiku untuknya. Dan dia, apa yang dia telah lakukan
untukku? Semua janjinya palsu dan omong kosong belaka. Kini aku hanya
bisa memendam amarahku dan cintaku yang dulu telah berubah menjadi benci
terhadapmu, benci dengan semua kata yang keluar dari mulutmu, benci
dengan tatapanmu yang begitu membuatku muak. Tak ada lagi keindahan yang
kulihat darimu semenjak hari itu, hari dimana aku berencana untuk
pulang liburan di kota asalku. Dan betapa kagetnya aku ketika rini,
sahabat karibku bercerita tentang ulahmu selama kepergianku.
“maaf putri, aku menganggumu malam-malam seperti ini” ia mengawali
percakapan ketika kami berjanji untuk bertemu di taman kota. Awalnya aku
berfikir rini hanya sekedar curhat dan menceritakan tentang ia dan
pacarnya, seperti apa yang sering ia lakukan ketika kami berdua. Namun,
ia tampak takut dan ragu ketika memulai percakapan.
“putri, apa kamu masih mencintai vito?” tanpa berfikir panjang aku
menjawab “tentu, ia lelaki yang sangat kucintai. Dan ia pun begitu
sangat mencintaiku”
“apa kamu yakin dengan kata yang baru kamu ucapkan?” tanyanya kemudian
“ia aku yakin kok, aku sama dia itu bagaikan ratu dan raja yang tidak berarti jika salah satu diantaranya berpisah” ungkapku
“tapi jika kekasihmu itu selingkuh di belakangmu? Apa kau akan tetap mencintainya?”
“kenapa kamu bertanya demikian? Apa yang kamu katakan itu benar?” tanyaku menyelidik
Lalu rini menceritakan apa yang ia lihat selama aku pergi, dan aku tak
tau mengapa air mataku turun membasahi pipiku, hatiku berkecamuk, perih,
sakit. Rini memelukku dengan penuh kehangatan, yah ia adalah sahabat
terbaikku yang selalu ada disaat aku senang dan sedih. Setelah bercerita
cukup lama rini mengantarkanku pulang.
Setiba di kamar, mataku tak bisa terpejam mungkin firasatku benar dan
salah satu yang mendorongku pulang karena ada yang ganjal dengan
perasaanku. Bukan keluargaku ataupun teman karibku, melainkan kekasihku.
Kekasih yang selama ini aku bangga-banggakan di depan teman-teman
kampusku. Dan sekarang, apa yang bisa kubanggakan darinya?
Seminggu setelah perasaanku terguncang dan mulai sedikit
melupakannya, vito kembali datang menemuiku. Membawakan bunga mawar
kesukaanku.
“mau apa kau kesini, belum cukup kau membuat hatiku terluka” kataku
penuh dengan nada kebencian tanpa memandang wajahnya sedikit pun
“aku ingin meminta maaf, aku khilaf. Aku janji tak akan mengulangi ini lagi” ucapnya dengan nada yang memelas
“kau pikir aku percaya, cuihhh… pergi sana aku sudah tak sudi melihat
mukamu yang meminta belas kasian. Pergilah dengan wanita pilihanmu, ku
dengar kau akan menikahinya? Pergilah dan berbahagialah dengannya.
Semoga ia lebih baik dariku” ucapku lalu membanting pintu dan berlari
memasuki kamarku seraya butiran air mata itu jatuh lagi.
Namun, entah apa yang mendorongku mengasiahaninya, aku melihat dari
jendela kamarku. Ia masih berdiri disana di depan pintu rumahku. Seakan
hati kecilku berkata “untuk apa kau masih melihatnya ia tidak akan
pernah tau betapa sakitnya hatimu.” seakan aku terhipnotis lalu memasang
headset dan mendengar lagu kesukaanku, geisha (lumpuhkan ingatanku).
Lalu mataku perlahan terpejam dan tak terdengar alunan lagu itu lagi.
Tok, tok, tok,
Suara ketukan kamar mambangunkanku, kulirikkan mataku pada arloji di
tanganku, tepat jam 4 sore. Cukup lama juga tidurku, pikirku.
Kulangkahkan kakiku dengan lemas, menuju pintu dan membukanya. Ternyata
adikku, siska “kak, tadi aku menemukan ini di depan pintu rumah,
sepertinya ini untuk kakak. Ada namanya disitu” katanya polos, gadis
kecil berusia 6 tahun itu begitu menggemaskanku.
“makasih sayang”, ku belai rambutnya kemudian ia berlari menuju ruang tv, menonton kartun favoritnya.
Ini pasti dari vito untukku, aku penasaran dengan isinya sebuah kotak
mungil yang begitu unik berwarna ungu muda, warna kesukaanku. Sebuah
surat yang terlipat rapi dengan kertas berwarna biru muda.
Untuk wanita pujaanku,
Maaf jika, aku telah menyakitimu, jika telah membuat perasaanmu
tercabik, luka dan perih. Tapi, ketahuilah aku masih sangat menyayangimu
dan berharap bisa bersanding denganmu. Namun, aku sadar aku tak pantas
untukmu.
Selepas kepergianmu, ayahku terlilit utang dan ia kebingungan mencari
dana untuk membayar. Hingga ia meminjam uang kepada rentenir, yang
memiliki anak gadis yang menyukaiku. Aku tak tau tentang ini semua,
setelah ibuku bercerita. Bahwa aku akan dinikahkan dengan gadis anak
rentenir itu demi menebus utang ayahku. Aku bingung, hatiku dan
pikiranku kacau, aku mencintaimu sayang,
Besok adalah hari pernikahanku, aku tak tau apakah ku akan bisa
menjalani itu. Bahagiaku hanya bersamamu, kau wanita impianku yang akan
menjadi istri dan ibu dari anak-anakku. Tapi, harapan itu sia-sia. Aku
terpaksa melakukan ini demi menyelamatkan keluargaku. Maaf ku tak bisa
menepati janjiku tuk menikahimu. Bukan karena ku tak cinta padamu, tapi
karena keadaan yang tak bisa aku hindari.
Percayalah cintaku hanya untukmu,
Peluk dan ciumku untukmu,
Lelaki yang telah menyakitimu…
Air mata ini jatuh lagi, aku salah terhadap vito, kini aku mengerti
mengapa ia bermesraan dengan wanita lain. Agar aku tahu dan membencinya,
sehingga aku tak menangisi kepergiannya. Tapi mengapa, mengapa ini
terjadi…
Kini aku hanya bisa menyesali perbuatanku, tapi aku tetap benci terhadap
vito dan akan selamanya membencinya. Karena ia tidak bisa menentang
keinginan itu.
Cerpen Karangan: Fitria Arining Putri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar