Senin, 03 November 2014

Cerpen - CINTAMU MENJADI DURI HUDUPKU

Mentari pagi menyinari kamar mungilku, aku bangikt dari pembaringan menuju jendela kamarku. Kubuka dan kuhirup udara pagi yang begitu indah, ku nikmati semilir angin dan cahaya mentari yang begitu lembut menyapa wajahku.
Ini adalah setahun dimana aku menginjakkan kaki di kota orang, yah setelah beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk merantau, meninggalkan seluruh orang yang mencintaiku, keluarga, teman, sahabat bahkan kekasihku. Ada rasa sedih yang menyelimutiku kala itu, dimana aku harus melawan perasaan itu demi sebuah cita-cita. Yah, dari kecil aku ingin sekali menjadi seorang penulis hebat dan tentunya terkenal.
Teringat di benakku saat kekasihku, menggenggam tanganku dan berkata “akankah kau cepat kembali, sayang?” entah apa yang membuat butiran di pipiku terjatuh, dengan lirih ku jawab “tentu sayang aku akan cepat pulang untukmu” ia mendekap tubuhku erat sebelum kakiku melangkah ke ruang tunggu bandara, lalu mengecup keningku dan berkata “aku aka sangat merindukanmu” aku hanya tersenyum menahan tangis mendengar kata yang terucap dari bibirnya.
Ahh, masa lalu yang indah. Tapi, tidak untuk sekarang. Kini kekasih yang kucinta telah berdua dengan yang lain. Wanita yang bagiku tidak begitu menarik tapi, apa peduliku terhadapnya? Toh, dia juga tidak pernah mengerti akan perasaanku yang jauh darinya. Kalau dipikir, aku telah menjaga hatiku untuknya. Dan dia, apa yang dia telah lakukan untukku? Semua janjinya palsu dan omong kosong belaka. Kini aku hanya bisa memendam amarahku dan cintaku yang dulu telah berubah menjadi benci terhadapmu, benci dengan semua kata yang keluar dari mulutmu, benci dengan tatapanmu yang begitu membuatku muak. Tak ada lagi keindahan yang kulihat darimu semenjak hari itu, hari dimana aku berencana untuk pulang liburan di kota asalku. Dan betapa kagetnya aku ketika rini, sahabat karibku bercerita tentang ulahmu selama kepergianku.
“maaf putri, aku menganggumu malam-malam seperti ini” ia mengawali percakapan ketika kami berjanji untuk bertemu di taman kota. Awalnya aku berfikir rini hanya sekedar curhat dan menceritakan tentang ia dan pacarnya, seperti apa yang sering ia lakukan ketika kami berdua. Namun, ia tampak takut dan ragu ketika memulai percakapan.
“putri, apa kamu masih mencintai vito?” tanpa berfikir panjang aku menjawab “tentu, ia lelaki yang sangat kucintai. Dan ia pun begitu sangat mencintaiku”
“apa kamu yakin dengan kata yang baru kamu ucapkan?” tanyanya kemudian
“ia aku yakin kok, aku sama dia itu bagaikan ratu dan raja yang tidak berarti jika salah satu diantaranya berpisah” ungkapku
“tapi jika kekasihmu itu selingkuh di belakangmu? Apa kau akan tetap mencintainya?”
“kenapa kamu bertanya demikian? Apa yang kamu katakan itu benar?” tanyaku menyelidik
Lalu rini menceritakan apa yang ia lihat selama aku pergi, dan aku tak tau mengapa air mataku turun membasahi pipiku, hatiku berkecamuk, perih, sakit. Rini memelukku dengan penuh kehangatan, yah ia adalah sahabat terbaikku yang selalu ada disaat aku senang dan sedih. Setelah bercerita cukup lama rini mengantarkanku pulang.
Setiba di kamar, mataku tak bisa terpejam mungkin firasatku benar dan salah satu yang mendorongku pulang karena ada yang ganjal dengan perasaanku. Bukan keluargaku ataupun teman karibku, melainkan kekasihku. Kekasih yang selama ini aku bangga-banggakan di depan teman-teman kampusku. Dan sekarang, apa yang bisa kubanggakan darinya?
Seminggu setelah perasaanku terguncang dan mulai sedikit melupakannya, vito kembali datang menemuiku. Membawakan bunga mawar kesukaanku.
“mau apa kau kesini, belum cukup kau membuat hatiku terluka” kataku penuh dengan nada kebencian tanpa memandang wajahnya sedikit pun
“aku ingin meminta maaf, aku khilaf. Aku janji tak akan mengulangi ini lagi” ucapnya dengan nada yang memelas
“kau pikir aku percaya, cuihhh… pergi sana aku sudah tak sudi melihat mukamu yang meminta belas kasian. Pergilah dengan wanita pilihanmu, ku dengar kau akan menikahinya? Pergilah dan berbahagialah dengannya. Semoga ia lebih baik dariku” ucapku lalu membanting pintu dan berlari memasuki kamarku seraya butiran air mata itu jatuh lagi.
Namun, entah apa yang mendorongku mengasiahaninya, aku melihat dari jendela kamarku. Ia masih berdiri disana di depan pintu rumahku. Seakan hati kecilku berkata “untuk apa kau masih melihatnya ia tidak akan pernah tau betapa sakitnya hatimu.” seakan aku terhipnotis lalu memasang headset dan mendengar lagu kesukaanku, geisha (lumpuhkan ingatanku). Lalu mataku perlahan terpejam dan tak terdengar alunan lagu itu lagi.
Tok, tok, tok,
Suara ketukan kamar mambangunkanku, kulirikkan mataku pada arloji di tanganku, tepat jam 4 sore. Cukup lama juga tidurku, pikirku. Kulangkahkan kakiku dengan lemas, menuju pintu dan membukanya. Ternyata adikku, siska “kak, tadi aku menemukan ini di depan pintu rumah, sepertinya ini untuk kakak. Ada namanya disitu” katanya polos, gadis kecil berusia 6 tahun itu begitu menggemaskanku.
“makasih sayang”, ku belai rambutnya kemudian ia berlari menuju ruang tv, menonton kartun favoritnya.
Ini pasti dari vito untukku, aku penasaran dengan isinya sebuah kotak mungil yang begitu unik berwarna ungu muda, warna kesukaanku. Sebuah surat yang terlipat rapi dengan kertas berwarna biru muda.
Untuk wanita pujaanku,
Maaf jika, aku telah menyakitimu, jika telah membuat perasaanmu tercabik, luka dan perih. Tapi, ketahuilah aku masih sangat menyayangimu dan berharap bisa bersanding denganmu. Namun, aku sadar aku tak pantas untukmu.
Selepas kepergianmu, ayahku terlilit utang dan ia kebingungan mencari dana untuk membayar. Hingga ia meminjam uang kepada rentenir, yang memiliki anak gadis yang menyukaiku. Aku tak tau tentang ini semua, setelah ibuku bercerita. Bahwa aku akan dinikahkan dengan gadis anak rentenir itu demi menebus utang ayahku. Aku bingung, hatiku dan pikiranku kacau, aku mencintaimu sayang,
Besok adalah hari pernikahanku, aku tak tau apakah ku akan bisa menjalani itu. Bahagiaku hanya bersamamu, kau wanita impianku yang akan menjadi istri dan ibu dari anak-anakku. Tapi, harapan itu sia-sia. Aku terpaksa melakukan ini demi menyelamatkan keluargaku. Maaf ku tak bisa menepati janjiku tuk menikahimu. Bukan karena ku tak cinta padamu, tapi karena keadaan yang tak bisa aku hindari.
Percayalah cintaku hanya untukmu,
Peluk dan ciumku untukmu,
Lelaki yang telah menyakitimu…
Air mata ini jatuh lagi, aku salah terhadap vito, kini aku mengerti mengapa ia bermesraan dengan wanita lain. Agar aku tahu dan membencinya, sehingga aku tak menangisi kepergiannya. Tapi mengapa, mengapa ini terjadi…
Kini aku hanya bisa menyesali perbuatanku, tapi aku tetap benci terhadap vito dan akan selamanya membencinya. Karena ia tidak bisa menentang keinginan itu.
Cerpen Karangan: Fitria Arining Putri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar